Minggu, 21 Oktober 2007

FRAUD IT

Referensi : JawaPos Rabu, 18 Apr 2007,

Revolusi komputer maupun perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi ternyata masih menjadi barang mahal di Indonesia. Menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), baru sekitar 10 persen dari 220 juta rakyat Indonesia yang mengenal komputer. Bahkan, menurut pakar telematika Roy Suryo, hanya 6,6 persen atau sekitar 14,4 juta rakyat Indonesia yang melek komputer.

Meski kurang dari 10 persen warganya yang mengenal komputer, Indonesia ternyata menjadi surga bagi pelaku kejahatan dunia maya (cyber crime). Menurut data penyedia jasa telekomunikasi dan informatika (telematika) e-commerce, tahun lalu Indonesia menduduki peringkat ketiga di dunia, di bawah sejumlah negara Eropa Timur. Bahkan, pada 2002, Indonesia menduduki peringkat kedua dalam kasus kejahatan digital di dunia. Indonesia hanya dikalahkan oleh Ukraina, salah satu negara sosialis pecahan Uni Soviet.

Catatan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menyebutkan jumlah kejahatan dunia maya hingga pertengahan 2006 mencapai 27.804 kasus. Itu meliputi +++++ spam, penyalahgunaan jaringan teknologi informasi (TI), open proxy (memanfaatkan kelemahan jaringan), dan penyalahgunaan kartu kredit.

Secara garis besar, cyber crime terdiri atas dua jenis, yaitu kejahatan yang menggunakan TI sebagai fasilitas dan kejahatan yang menjadikan sistem dan fasilitas TI sebagai sasaran. Beberapa modus kejahatan digital yang menggunakan TI sebagai fasilitas, antara lain, penipuan finansial dengan media komunikasi digital (banking fraud).

Pelaku sengaja membuat situs jebakan yang alamat maupun fiturnya mirip dengan aslinya untuk menjerat nasabah yang ceroboh untuk memasukkan nomor rekening dan password.

Bila terjebak, dalam sekejap seluruh tabungan Anda berpindah nomor rekening, bahkan bisa jadi nomor rekening di Cayman Island atau negeri antah berantah lainnya. Kasus ini pernah menimpa nasabah mobile banking sebuah bank nasional terbesar Bank Central Asia yang terjebak masuk ke situs palsu.

"Modus itu namanya type site, yakni kejahatan yang dilakukan pelakunya dengan membuat nama situs palsu yang sama persis dengan situs aslinya. Kalau yang mengganti halaman muka namanya web deface," ucap Kanit Cybercrime Bareskrim Mabes Polri Petrus Golese.

Kejahatan digital jenis baru yang cukup meresahkan banyak orang adalah phising atau penipuan lewat e-mail. Phising merupakan teknik untuk mencari personal information (alamat email, nomor rekening, dan data pribadi lainnya) dengan mengirimkan e-mail yang seolah-olah datang dari bank yang bersangkutan.

Sementara, kejahatan digital yang bertujuan pada peralatan IT antara lain defacting dan hacking. Keduanya bertujuan mencuri data-data milik orang lain dalam jaringan komunikasi data, maupun sekadar penetrasi jaringan sistem komputer untuk mengganggu privasi maupun bertujuan membuat sistem gagal berfungsi (denial of service/DoS).

Bagi yang berupaya masuk ke sistem jaringan sekadar untuk "mengadu ilmu", pelakunya disebut hacker. Sementara yang tujuannya merusak jaringan kerap disebut cracker.

Anda masih ingat dengan serangan hacker ke server Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan situs Partai Golkar? Pelakunya yang kemudian tertangkap mengaku hanya ingin berolok-olok sekaligus mengingatkan pengelola jaringan IT KPU yang sebelumnya berkoar di media bahwa jaringannya 100 persen kebal serangan hacker. Modus yang kerap digunakan para pembobol jaringan ini antara lain menyebarkan virus, worm, backdoor, maupun trojan pada perangkat komputer sebuah organisasi yang mengakibatkan terbukanya akses-akses bagi orang-orang yang tidak berhak.

Bentuk kejahatan digital yang paling banyak terjadi di Indonesia adalah mencuri nomor dan password kartu kredit untuk transaksi di situs belanja, seperti E-Bay maupun Amazon. Pelakunya kerap disebut carder. E-commerce menggolongkan Indonesia sebagai surga carder. Pusat carder utama di Indonesia secara berurutan adalah Semarang, Jogjakarta, Medan, Bandung, Jakarta, Denpasar, dan Surabaya.

Karena reputasi yang buruk, hingga kini sulit bagi orang yang menggunakan internet protocol address (IP Address) asal Indonesia untuk berbelanja secara legal di situs belanja. Bahkan, terjadi beberapa kasus penolakan kartu kredit jaringan global yang diterbitkan di Indonesia yang dibawa pemiliknya bepergian ke luar negeri.

Heru Nugroho, Sekjen Asosiasi penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), mengatakan jumlah alamat Internet Protocol versi four (IPv4) di Indonesia hingga akhir tahun 2006 diperkirakan sekitar 2.675 dan versi six (Ipv6) sebesar 131.073.

"Sejumlah alamat IP diketahui telah dimanfaatkan untuk penyalahgunaan kartu kredit dan kejahatan terorisme di Indonesia," ungkapnya. Polri sejauh ini berhasil mengungkap sejumlah pelaku carder di Jogjakarta, Semarang, dan Bandung. Namun, jumlahnya tidak signifikan.

Pekan lalu, wartawan koran ini mendapati sebuah laptop merek Sony Vaio yang aslinya seharga Rp 21 juta hanya dijual dengan harga Rp 4,5 juta di sebuah "toko" barang hasil carding di daerah Menteng, Jakarta Pusat. Tak hanya komputer, barang tetek-bengek seperti sepatu merek Timberland dan ikat pinggang Dolce & Gabbana dijual dengan harga hanya 15-20 persen dari harga aslinya.

"Memang sebagian besar pelaku carding awalnya hanya untuk memenuhi gaya hidup. Saya dan Heru Nugroho pernah membantu Polisi menangkap seorang carder di Yogyakarta yang menggunakan kartu kredit milik warga Amerika Serikat untuk membeli jaket dan sarung tangan," ujar Roy Suryo.

Nilai kerugian akibat carding juga terus meningkat. Pada 2003, Polri mencatat ratusan kasus carding dengan nilai kerugian baru berkisar USD 1,296 juta. Setahun setelahnya, kerugian meningkat menjadi USD 4,543 juta. Akhir tahun lalu, APJII memperkirakan kerugian akibat pembobolan kartu kredit mencapai USD 6-7 juta.

Modus tradisional pembobol kartu adalah menadah data kartu kredit dari transaksi konvensional, misalnya pembayaran dengan kartu kredit di hotel, biro wisata, restoran, dan toko cinderamata. Mereka juga rajin mengamati pergerakan data digital untuk melakukan sniffing.

Sebagai komunitas klandestin, kalangan carder juga dikenal tidak pelit berbagi nomor dan password kartu kredit dengan sesama carder. Dalam berbagai milis, Anda akan mudah menemukan nomor dan password kartu kredit asli, bahkan dengan embel-embel situs porno yang direkomendasikan untuk menjadi ajang uji coba.

Modus terbaru yang berkembang saat ini adalah sekelompok orang di beberapa negara me-lakukan penipuan kartu kredit secara terorganisir dan lintas negara. "Rekrutmen" anggota jaringan biasanya juga dilakukan lewat chatting.

Karena IP address Indonesia mayoritas ditolak (terutama Semarang dan Yogyakarta), carder mendaftarkan dirinya dengan IP address di luar negeri. Selanjutnya dia berbelanja di toko online dan mengirim barang ke seorang temannya di negara lain. Dari negara itu, barang dikirim ke Indonesia dengan jasa kurir.

Seorang penyidik madya di Unit Cybercrime Bareskrim membeberkan, tahun lalu Mabes Polri menerima 278 laporan kasus kejahatan digital. Namun tak satu pun pelaku yang diseret ke pengadilan karena penyidik kekurangan alat bukti.

Menanggapi hal tersebut, Wakapolri Komjen Pol Makbul Padmanegara mengakui kesulitan penyidikan ada pada minimnya alat bukti.

"Kejahatan mengenai dunia maya ini memang sulit untuk pembuktiannnya. Perkara kejahatan cyber ini, pembuktiannya harus cyber juga," terang Makbul. (noe)

Kesimpulan :

Di dalam dunia maya sangat mudah terjadi kejahatan,salah satunya yang terjadi pada penjelasan diatas..
oleh karena itu,di himbau untuk kepada seluruh pengguna agar lebih berhati-hati dalam menggunakan segala jenis yang berhubungan dengan dunia maya.

Pentingnya Pengakuan Hasil Didik

Dalam dunia kerja saat ini,pengakuan dalam akademik sangat di perlukan karena setiap perusahaan menginginkan pegawainya memiliki ijasah sebagai sarjana lulusan teknik.
Karena banyak orang beranggapan bahwa seseorang yang mempunyai ijasah sebagai sarjana lulusan teknik,lebih terpandang dibanding seseorang yang handal dalam bidang teknik tetapi tidak mempunyai ijasah sarjana lulusan teknik.
Namun terkadang seseorang yang mempunyai ijasah sebagai sarjana lulusan teknik,tidak dapat menguasai teknik sepenuhnya,tetapi lebih dari 90% seseorang yang mempunyai ijasah sebagai sarjana lulusan teknik dapat menguasai masalah-masalah yang ada dalam perkembangan IT.